Hari 1 Ramadan 1439 H : Saya harus di rumah


Ilustrasi - Puasa pertama Ramadhan. (islamicro)

“Setiap salat tarawih Ramadan pertama, saya terbiasa harus di rumah.  Jadi saya berusaha keras untuk pulang. Ini saya lakoni sudah beberapa tahun ini,” kata pengemudi mobil daring (online) sehari menjelang puasa Ramadan 1439 H.

Rabu siang saya diantar pengemudi itu ke tempat tinggal saya, lewat perjalanan panjang dan macet, sementara malamnya ia akan melaksanakan salat tarawih di masjid dekat rumahnya.

Berarti ia harus tiba di rumah sebelum Magrib, menyusuri jalan dari kawasan Salemba menuju Pasar Minggu, setelah mengantar saya.

Umumnya orang yang melaksanakan shaum selalu menginginkan melaksanakan tarawih malam pertama di masjid atau surau di wilayahnya.  Demikian pula dengan puasa pertama, Kamis (17/5-18).

“Saya kan pekerja bebas, jadi sayang bila tarawih pertama tidak di tempat tinggal saya.  Beda dengan orang kantoran. Buka puasa pertama pun saya ingin bersama keluarga,” katanya.

Nah, inilah hari pertama Ramadan 1439 H.  Saya bersama istri membeli obat di salah satu apotik di bilangan Rawamangun.  Naik bajaj.  Jalanan tidak terlalu ramai dan suasana terasa amat kondusif, sinar matahari siang itu sumringah.

Restoran dan warung makanan di tepi jalan semua tutup. Sepanjang perjalanan tak terlihat orang merokok. Para pengemudi seolah memberi jalan kepada bajaj yang kami kendarai. Si supir bajaj pun tidak mengeluh atau memaki ketika disalib pengemudi sepeda motor.  Perasaan adem banget.

“Saya pun merasa hari ini beda dengan hari-hari biasa. Orang-orang seperti gampang tersenyum dan tidak beringas di jalanan,” kata pengemudi bajaj, ketika diajak ngomong tentang hari pertama shaum Ramadan.

Puasa Ramadan merupakan puasa individual, karena Allah swt yang langsung menilainya, tapi sebenarnya puasa ini sekaligus merupakan puasa massal, ibadah massal.

Orang berbondong-bondong ke masjid, orang memasukkan duit lebih banyak ke tromol masjid, orang berlama-lama membuka Al Quran, orang berkata lemah-lembut, sampai orang pun lebih sering tersenyum seperti tadi ketika jalan ke Rawamangun, bahkan pun di lift kantor.

Ini bulan suci, bahkan Allah swt pun menanti bulan ini untuk membanggakan manusia kepada malaikatnya.  Bukan di dunia saja orang umumnya mempersiapkan diri menyambut bulan puasa, bahkan di surga pun suasananya berbeda.

Surga dihias dan diberi harum-haruman dan pada malam pertama Ramadhan muncul angin bertiup dari bawah Arsy yang disebut al mutsirah,

Karena hembusan al mutsirah ini, dedaunan di surga bergoyang dan daun-daun pintu dan jendela bergerak dan berderit-derit, menimbulkan suara seperti simfoni yang amat indah.

Hal ini amat menarik perhatian malaikat dan bidadari, seperti dituturkan para alim ulama dalam berbagai kitab, sehingga terjadi berbagai dialog antarsesama mereka.

Kemudian Allah swt berfirman,”Wahai Ridwan, bukalah pintu-pintu surga untuk umat Muhammad yang berpuasa pada bulan ini.  Wahai Malik tutuplah pintu-pintu neraka untuk orang-orang yang berpuasa.

Allah pun berseru: “Wahai Jibril, turunlah ke bumi, ikatlah setan-setan dengan rantai dan singkirkan mereka ke dasar laut yang dalam. Agar mereka tidak bisa mengganggu ummat kekasihKu, Muhammad.”

Pada malaikat melakukan tugas mereka.  Ulama menyatakan, itulah salah satu sebab pada bulan Ramadhan kebanyakan ummat Islam sangat mudah tersentuh untuk melakukan berbagai amal kebaikan.  Sesuatu yang terasa sulit diamalkan pada bulan-bulan lain.

Maka tidak heran bila pengemudi mobil daring yang biasa pulang larut malam itu menyatakan: Untuk tarawih pertama dan puasa pertama, saya berusaha di rumah. Agar bisa solat di masjid terdekat dan puasa sampai buka bersama keluarga di rumah.”  (arl)

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *