Malam ini dukaku luka
Cairannya merambah lembah dan gunung
Awan menangis matahari sembunyi
Bulan mengintip bintang berkedip di sapa air duka
Angin berkejaran tanpa arah
Membuat dedaunan bingung bergerak
Kunang-kunang sudah lama hilang
Karena berfirasat cairan duka akan datang
Dapat membuat benderang cahaya berkurang
Malam ini dukaku menglir di kulit bumi
Menyentuk kaki-kaki yang menelusuri sesuap nasi
Menerobos masuk lewat pori-pori
Mengendap dalam darah mampir di hati
Mengajak mereka mencuri mutiara dalam diri
Tahu diri jadi tak tahu diri
Menari-nari di atas duri tak terperi
Akibat duka semburat memecah dada
Sesak, tak kuasa menahan ledakan luka duka
Baunya menyengat seantero desa dan kota
Cairan duka yang khas aromanya
Cepat hinggap dimana-mana
Wabah duka kaum papa yang tak pernah di imunisasi
teknologi dan industrialisasi korupsi yang berdasi
Cairan duka mengalir jadi kolam sebatas dada
Semua berenang mencari tepi
Tapi tepi menyepi membentuk onak dan duri
(dulu ada kesempatan aku beraksi
Kini ada kesempatan tak bisa menepi, kata dasi.
Aku paling senang mati, kata wabah duka yang tak sanggup
mengantongi nestapa).
Duka mengalir air sebatas muka
Gelembung-gelembung nafas mereka
Seperti bola mengambang di persada
Gelombang-gelombang jiwa mereka tak kuasa
Membendung cairan luka duka
Terus mengalir menenggelamkan biji mata dan dasi mereka
Terus mengalir duka luka malam ini
Duka luka mata air kehidupan
Basah di panggang matahari kenestapaan
Meleleh di hembus angin pengharapan
Tak beku tak mati
Duka lukaku luka duka anak sendiri
Duka luka jati diri anak negeri.
***
Jakarta 2012