Sebanyak 18.612 langkah fisik dan langkah batin tak terhingga,  Catatan A.R. Loebis


Petualang itu ya kami, Bebi di tengah bang Prayan sebelah kanan. (arl)

Entah sudah perjalanan yang keberapa kalinya dan kali ini kami melakoni tualang 18. 612 langkah, sepanjang 13, 59 kilometer menghabiskan 818 kalori – selama empat hari empat malam.

Tentu saja perjalanan melebihi catatan digital itu, karena kami juga melakukan kembara dengan menaiki mobil, becak dan kereta api.

Selama libur panjang 9-12/05/24, Yogya padat, manusia melimpah, riuh-tendah, penginapan penuh, Malioboro padat, pasar Bringharjo meriah, Pendopo Lawas banjir..ya banjir manusia.

Ketika menemani Bang Prayan Purba ngetik berita ke kawasan hutan pinus, juga penuh orang dibawa beberapa bus pariwisata ke tempat itu. Di tempat ini, kami pesan nasi paket ikan bakar dan sayur lodeh. Rasanya tak sesuai namanya..makan hanya dua suap,,ya sudah lah..kami maklum sembari mengurut dada.

Kami kebagian penginapan yang harganya tak murah, tapi kunci kamar mandinya menggunakan paku ditarik dan didorong. Kami pindah kamar keesokan harinya, tapi ee kok kuncinya sama, pake paku tarik dorong.

Kami belajar tidak marah, tidak komplein,..maklum manusia lagi banjir di Yogya dan sekitarnya. Padahal penginapan kami di tengah kota Gudeg itu, juga tak ada mejanya, bahkan minta gelas mau sedu kopi pun tak ada juga. Aneh bin Ajaib. Tapi teman saya, Bang Prayan Purba dan Bebi Bambang Koencoro tidak menggerutu apalagi marah.

Ini lah awal perjalanan entah yang keberapa ini. Inilah bermulanya langkah kembara batin kami. Padahal sebulan sebelumnya pun kami sudah mampir di kota ini. “Yogya ini ngangeni,” kata bang Prayan. Eh sebelum lupa, Bang Prayan ini masih suka ngetik, jadi kemana-mana bawa laptop. Ia masih aktip bekerja walau hanya sesekali ke kantor. Selayaknya ia dapat penghargaan atas loyalitasnya itu.

Nah, hampir semua tempat wisata sudah kami datangi pada perjalanan sebelumnya. Parang Teritis, Candi Prambanan, Borobudur, Kaliurang, Merapi, Stone Henge dan beberapa lainnya.

Kali ini tak banyak wisata alam yang kami kunjungi, di perjalanan itu hanya ke Obelix HeHa Sea View dan ke Pantai Krakal menghirup air kelapa muda. Berkunjung ke kafe teman mantan fotografer Kompas, Wawan H Prabowo, bicara ngalor-ngidul sembari merancang perjalanan keesokan harinya ke Gunung Kidul.

Bebi naik haji

Nah..ini dia yang istimewa dalam perjalanan kali ini.

Teman kami sepetualangan, Bambang “Bebi” Kuncoro, ternyata mendapat “undangan” dari Allah SWT untuk beerkunjung ke Baitullah, alias naik haji.

“Saya Insya Allah berangkat 1 Juni 2024,” kata Bebi, teman lama yang selalu mengurus liputan otomotif ketika masa muda dan masih kerja.

“Semoga hajimu mabrur Bebi dan semua urusan dilancarkan Yang Maha Kuasa,” kata Bang Prayan, ketika kami berbincang di kamar penginapan.

Bebi bertutur, ia akan berangkat ke Tanah Suci bersama isterinya.

“Saya baru dapat kesempatan menunaikan ibadah haji tahun ini,” kata Bebi sembari menceritakan bahwa ia sudah melaksanakan ibadah umroh tujuh kali.

“Saya menabung selama tujuh tahun. Kalau nunggu yang regular bisa 29 tahun lagi,” jelas Bebi, yang akan berangkat memanfaatkan haji plus.

Dalam petualangan kami selama di Yogya dan Gunung Kidul, pembicaraan tak jauh dari ngomong tentang ibadah haji, apalagi saya dan Bang Prayan alhamdulillah sudah pernah berhaji belasan tahun lalu.

Tiga serangkai. (arl)

Bang Prayan yang kami tuakan dalam petualangan ini, banyak memberi nasihat dan petunjuk kepada Bebi. “”Kamu jangan macam-macam Beb, harus menjaga diri dan bersiap lahir batin. Seharusnya kamu sudah tidak boleh jalan jauh-jauh. Kamu harus dikarantina,” kata bang Prayan.

Bebi yang periang dan suka melucu ini hanya cengar-eengir mendengar nasihat Bang Prayan. Bahkan pamitan karena ada temannya datang, untuk menemani beli abon dan sambel teri, untuk dibawa sebagai lauk ke Tanah Suci.

Perjalanan kali ini memang terasa lain. Bebi pun tidak neko-neko, biasanya minta kami joget-goget untuk konten tik-toknya. Kali ini hanya berfoto ria saja. Ia pun mengingatkan bila waktu shalat tiba. Kami selalu berjamaah di kamar penginapan.

“Itung-itung petualangan kita kali ini sebagai ratiban,” kata Bang Prayan. Ratiban semacam upacara selamatan dan pengajian sebelum melakukan perjalanan ibadah haji.

Kami sudah beberapa kali berkunjung ke Yogya, Solo, Singapura. Perjalanan itu bagi kami sebagai pelipur lara, pelega pikiran, pererat pertemanan. Kami merasa bebas terbahak-bahak dan berbicara apa saja, termasuk curhat yang membuat enteng beban pikiran.

Ketika kami pulang dan berpisah di Stasiun Gambir, Bebi masih sempat berujar, ”Pulang dari Mekah, kita ke Dieng ya. Tolong dirancang perjalanan kita bang,” katanya. Kami beberapa kali ingin mengunjungi Dieng, tapi belum terlaksana.

Terasa ada kekhusukan tersendiri ketika kami berjalan sebanyak 18.612 langkah itu, karena bukan hanya fisik kami yang berjalan melainkan batin kami pun ikut menapak,

Selamat menunaikan ibadah haji Bebi. Semoga dapat haji mabrur. Setelah itu kita jalan lagi ke Dieng. (AR Loebis)

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *