Kami berjalan 36. 497 langkah




Kaki tua kami menapak sebanyak 36. 497 langkah. Tepatnya 18.055 langkah pada hari pertama dan 18.442 langkah pada hari kedua. Waktu jeda berjalan pada hari pertama 11 kali dan hari kedua, anehnya, juga 11 kali.

Ini terasa luar biasa untuk perilaku pergerakan orang sepuh berusia kepala enam (6). Lihat lanjutannya:

Pada hari pertama, kami berjalan sepanjang 12, 28 km dan pada hari kedua 12,54 km. Tenaga kami yang terkuras pada hari pertama 799,1 kalori dan hari kedua 847,5 kalori. Waktu total perjalanan hari pertama tiga jam 17 menit dan hari kedua tiga jam 36 menit.

Data ini tercantum resmi di aplikasi kesehatan telepon pintar Bang Prayan Purba. Ya, tiga orang nekat yang menapakkan kaki puluhan ribu langkah adalah Bang Prayan, Bambang “Bebi” Kuncoro dan saya sendiri. Bang Prayan berusia 68 tahun, saya memasuki 65 tahun dan Bebi pun sudah berkepala enam, bahkan sudah pernah tiga kali terkena stroke.

Jumlah total langkah pada hari pertama itu, termasuk langkah perjalanan dari rumah masing-masing ke Bandara Soekarno-Hatta. Langkah ini tentu saja betul-betul langkah kaki kami yang menjejak bumi – tidak dihitung perjalanan mrt, sky-trem dan lainnya.

Niat perjalanan ini sudah lama dirancang, sekitar dua bulan lalu. Ternyata susah sekali menentukan waktu yang tepat untuk kami bertiga, karena masing-masing masih banyak urusan, bahkan Bang Prayan masih aktif bekerja di kantor.

“Perjalanan ini harus terlaksana. Ini bukan jalan-jalan biasa,” kata Bang Prayan, yang akhirnya menemukan waktu tepat dan menalangi membeli tiket (murah) serta penginapan (murah) di Singapura – negara tetangga yang kami tuju untuk melakoni rasa nostalgia dan sebagai pertanda keutuhan persahabatan kami yang kurang lebih sudah terjalin sekitar 40 tahun. Biaya total perjalanan pun kami bagi rata bertiga.

“Kalau bukan rasa setia kawan, tak mungkin kita melakukan petualangan kita ini. Bayangkan, sudah 40 tahunan kita berteman. Ini saya anggap luar biasa,” kata Bebi.

Kami memang amat santai. Sejak menapakkan kaki di Bandara Changi, kami sudah mulai saling melucu dan saling ledek – terkadang terbahak-bahak, sehingga orang sekitar kami memandang kami berkepanjangan. Dalam perjalanan dua hari sebanyak 36. 497 langkah itu, tak putus-putusnya kami becanda. Tentu saja sembari mengingat-ngingat masa lalu, yang lucu, kocak dan berkesan. Tas di punggung pun jadi tak terasa beratnya.

Di kamar penginapan, kami pun saling ledek, tertawa lepas. Suara angin dari perut bergantian berbunyi di tengah malam. Bicara lagi, becanda lagi, begitu terus. Satu ngantuk, yang satu ngomong terus, begitu lah sebalinya, sehingga masa istirahat kami pun hanya beberapa jam.

Rasa keinginan kami untuk bercanda, hanya terhenti beberapa waktu, ketika kami menyentuhkan dahi kami ke sajadah di Masjid Sultan dekat dari penginapan kami di kawasan Bugis. Juga ketika kami berada di Orchard Rd. Atau saat Bebi melaksanakan shalat Duha di kamar.

Kami tidak menginap di hotel, tapi sengaja di penampungan pelancong “back-packer” Cozy Corner di 490 North Bridge Road, sekamar bertiga, di ruang sekitar 3X 2.5 meter – yang kamar mandinya pun nyampur dengan penumpang lain.

Penginapan kecil itu ternyata penuh tamu, walau bukan hari libur. Untung di kamar kami ada AC, kalau tidak, entah bagaimana rasanya suasana dalam kamar itu. Itu pun, sudah dipesan (booking) sekitar sebulan sebelumnya.

Apakah selama menapak kaki 36. 497 langkah (enam jam 53 menit) serta waktu duduk dan beristirahat itu kami terus menerus bercanda?

Masya Allah, ternyata kami menemukan semacam “benang merah kehidupan” – yang selama ini terpendam jauh di balik tawa kami. Apalagi kami bertemu dengan seorang rekan lama dan berbincang di tepi bulevard Orchad Rd.

“Semua penyakit itu berawal dari sini,” kata teman kami itu, Rulianto Katam, sembari menunjuk ke arah kepala. Ya, penyakit selalu berawal dan berasal dari pikiran. Ini membuka pembicaraan menjadi panjang lebar. Berbagai masalah diri sendiri, keluarga, dan lainnya, saling bersahutan keluar dari mulut masing-masing.

Setelah sekitar dua jam ngobrol, kami bertiga undur diri dengan rekan Ruli. Kami saling terdiam, saling pandang dan bersalaman, setelah berbagai masalah kehidupan kami bicarakan, curhat kata orang sekarang. “Lega rasanya bisa bertemu dan bernostalgia dengan teman lama,” kata Ruli, teman kami ketika meliput reli mobil di jaman dahulu. Ruli adalah salah seorang atlet dan panitia lomba otomotif.

Ya, kami bertiga memang bukan untuk jalan-jalan ke negara singa itu. Kami sudah kerap berkunjung. Walau demikian, kami menyaksikan betapa hebatnya kemajuan negara kepulauan yang luasnya 722.5 km persegi – lebih luas sedikit dari Jakarta (661.5 km persegi). Kami takjub walau hanya beberapa saat singgah di Taman Merlion, Pantai Sentosa, Marina Bay Sands dan beberapa tempat lain. Pendatang begitu banyak, walau pada hari biasa (Selasa-Rabu).

Ke mana pun kita berkunjung, pasti menyaksikan hutan beton, alias gedung besar dan tinggi, terlebih di Taman Merlion yang dikelilingi bangunan seolah menggapai awan dan malam gemerlap dengan beragam warna lampu dan sinar laser. Tapi dimana-mana bersih, banyak taman, orang disiplin dan tak ada yang buang sampah atau merokok di jalanan.

“Kali ini kaki gue rasanya gempor,” kata Bebi ketika kami tiba di kamar penginapan. Sehari sebelumnya ia berkata dengan nada sama, tapi masih kelihatan kuat dan seolah bercanda, sedangkan pada malam kedua, benar-benar kelelahan.

“Kayaknya telapak kaki saya luka nih,” kata Bang Prayan ketika membuka sepatunya. Bang Prayan setiap hari amat rajin berjalan kaki dan dalam aplikasi hp tertulis ia melakukan “rekor baru” berjalan. Tapi kali ini ia merasa kesakitan juga. Saya sih pura-pura tetap bugar, padahal kaki saya sudah empot-empotan, apalagi sepatu sebelah kiri terasa kebesaran sehingga terganggu saat berjalan. Tapi kami merasa sehat walafiat.

Bertemu dengan teman lama adalah nostalgia yang bermanfaat, menimbulkan kelegaan (relief) dalam dada dan Insya Allah: panjang usia.

Kami bergembira. Kami berusaha sebaik mungkin mengelola pikir dan rasa kami. Kami merasa kaya karena nilai persahabatan ini. Kami pun akan berjalan lagi, berlangkah-langkah. (arl)

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *